Gorontalo memiliki berbagai macam kesenian dan kebudayaan, dan berikut beberapa kesenian dan kebudayaan yang berasal dari Gorontalo :
Bahasa
Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Namun kali ini yang bisa digunakan yaitu dialek Gorontalo
Pakaian Adat
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau
Rumah Adat
Gorontalo memiliki 2 bentuk rumah adat yang bernama Bandayo Poboide dan Dulohupa. Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.
Alat Musik
Alat Musik asal Gorontalo bernama Polopalo, alat musik ini terbuat dari bambu dan di iket menggunakan tali yang bentuknya menyerupai garputala raksasa. Cara memainkanya yaitu dengan memukulkan Polopala ke lutut dengan irama yang beraturan.
Tari Tradisional
Gorontalo memiliki beraneka ragam tari tradisional yang berasal dari wilayah tersebut :
Tari Sarode Tari Saronde adalah tari pergaulan keakraban dalam acara resmi. Tarian ini diangkat dari tari adat malam pertunangan pada upacara adat perkawinan daerah Gorontalo. Saronde sendiri terdiri dari musik dan tari dalam bentuk penyajiannya. Musik mengiringi tarian Saronde dengan tabuhan rebana dan nyanyian vokal, diawali dengan tempo lambat yang semakin lama semakin cepat. Dalam penyajiannya, pengantin diharuskan menari, demikian juga dengan orang yang diminta untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari dan diiringin oleh musik khas suara rebana
Tari Dana-dana
Tari Dana-dana merupakan Tarian pergaulan remaja gorontalo yang berkembang dari masa kemasa, tarian ini melambangkan cinta kasih dan kekeluargaan
Warna
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna atau lambang tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab; hijau bermakna kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan; kuning emas bermakna kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan kejujuran sedangkan warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.
Upacara Adat
Gorontalo memiliki upacara adat yang biasanya di lakukan oleh masyarakat Gorontalo dalam acara terntentu misalnya : Adati Mo Polihu Lo LimuAdat ini ditunjukkan untuk anak perempuan yang menginjak usia 2 tahun dimana seorang anak perempuan tersebut menjalani prosesi mandi kembang yang bercampur lemon atau jeruk dengan tumbuhan harum lainnya dipangkuan ibu yang melahirkan, bermaksud untuk khitanan atau mengkhitankan anak wanita, sebagai bukti keislaman seorang wanita sehingga agenda sakral tersebut yang harus dilalui oleh anak perempuan pada usia balita.
Kerajinan Tangan
Sebagian masyarakat Gorontalo bekerja sebagai pengrajin anyaman, seperti peci anyaman yang terbuat dari kayu keranjang karena sebagian besar warga Gorontalo beragama Muslis dan peci tersebut bertuliskan Provinsi Gorontalo.
sumber : aneka-kebudayaan-gorontalo.html
Mari Mengenal Gorontalo
Gorontalo, inilah provinsi yang mungkin
terbilang baru dan mungkin juga gorontalo telah dikenal akibat aksi
norman camaru yang membuat tranding di hampir infotainment bangsa ini,
ataupun dikenal dari sang gubernur sekaligus mantan mentri Fadel
Muhamad, atau juga dikenal dari beberapa seleb keturunan gorontalo sebut
saja, Rama Aipama, Sintia Lamusu, Voland Humonggio, Sarah Idol, Regina
Idol, pengusaha ternama Rahmat Gobel atau juga dari istrinya pak Wranto
(Rugaiya Wiranto). Itu mungkin beberapa masyarakat indonesia mengenal
provinsi ini. Gorontalo merupakan wilayah pemekaran sulawesi utara,
banyak hal yan menraik dari provinnsi ini, baik dari segi adat
budayanya,panorama alamnya kehidupan sosial masyarakatnya. Untuk itu
saya akan memperkenalkan sedikit budaya gorontalo:
Budaya dalam suatu masyarakat etnis
tertentu merupakan akal budi, pikiran manusia, cipta karsa, dan hasil
karya yang diciptakan oleh kelompok masyarakat etnis tersebut. Dengan
adanya budaya, masyarakat dapat menetukan hukum-hukum yang berlaku di
suatu kelompok yang merupakan nilai moral suatu entnis tertentu yang
akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan entis atau suku tertentu, termasuk
juga budaya adat istiadat daerah Gorontalo.
Gorontalo adalah ibu kota dari sebuah
provinsi di bagian utara Sulawesi dengan nama yang sama, Provinsi
Gorontalo. Ini adalah sebuah kota yang mewarisi keindahan budaya nenek
moyang yang begitu mempesona.Namun membahas tentang budaya atau
kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat daerah Gorontalo saat ini tentu
telah ada banyak perubahan dan pergeseran mengikuti perkembangan jaman,
dibandingkan pada jaman dahulu dimana masing-masing individu masih
mempertahankan nilai-nilai leluhur yang berlaku didalam masyarakat.
Namun demikian saat ini masih ada kebiasaan-kebiasaan hidup dalam
masyarakat yang terus dipelihara dan masih berlaku dalam kehidupan
sehari-hari, termasuk tentang adat perkawinan dan kesenian derah
Gorontalo.
Sistem kekerabatan masyarakat gorontalo
yang beraneka ragan profesi dan tingkat sosial tidak menjadi
penghalang untuk tetap hidup dalam suasana kekeluargaan. Dan itu
menjadi salah satu hal utama mengapa masyarakat gorontalo selalu hidup
rukun dan tidak pernah terjadi bentrok atau konflik yang berskala
besar. Sistem kemasyarakatan yang terus terpelihara dan berjalan dengan
baik hingga saat ini adalah hidup bergotong-royong dan menyelesaikan
masalah atau persoalan secara bersama-sama, musyawarah dan mufakat.
A. PERNIKAHAN ADAT GORONTALO
Upacara perkawinan adat gotontalo
berlangsung di dua tempat yaitu di tempat mempelai pria dan wanita,
masing masing keluarga mempelai mengadakan pesta dirumah masing-masing.
Dalam pesta tersebut selalu berlangsung meriah hingga berhari hari
lamanya.
Beberapa
hari sebelum pesta dilangsungkan semua keluarga dan kerabat telah
datang berkumpul untuk membantu pelaksanaan pesta tersebut, baik
ibu-ibu maupun bapak bapak selalu datang beramai- ramai.
Dalam
pesta itu mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat Bili’u
dengan tempat pelaminan yang juga dihias menggunakan adat Gorontalo.
Pesta yang berlangsung biasanya 3 hari itu dengan masing masing
mempunyai sebutan setiap hari yang berbeda.
Pernikahan
Adat Gorontalo ini perlu di lestarikan, karena mengandung nilai–nilai
budaya yang tinggi. Adat Gorontalo ini semakin hari semakin
terkontaminasi dengan perubahan zaman. Terlihat dimana–mana pernikahan
di Gorontalo tanpa melewati lagi prosesi adat gorontalo. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, banyak pemuda zaman
sekarang yang enggan mempelajari adat pernikahan gorontalo. Sehingga
warisan leluhur ini semakin terlupakan, karena tidak adanya regenerasi
penerus Adati lo Hulondhalo.
Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam. Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah
Pernikahan Adat Gorontalo memiliki ciri khas tersendiri. Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo sehingga mengatur segala kehidupan masyarakatnya dengan bersendikan Islam. Termasuk adat pernikahan di Gorontalo yang sangat bernuansa Islami. Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut Upacara adat yang sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah
B. TARI SARONDE
TARI Saronde adalah tari pergaulan
keakraban dalam acara pertunangan. Tarian ini dilakukan di halaman
calon mempelai wanita. Tentu penarinya adalah calon mempelai laki-laki
bersama orang tua atau walinya. Ini adalah cara orang Gorontalo
menjenguk atau mengintip calon pasangan hidupnya.
Dalam bahasa Gorontalo, tarian ini
adalah sarana molihe huali yang berarti menengok atau mengintip calon
istri. Setelah melalui serangkaian prosesi adat, calon mempelai pria
kemudian mulai menari Saronde bersama ayah atau wali. Mereka menari
dengan selendang.
Sementara calon mempelai wanita berada
di dalam kamar dan memperhatikan pujaan hatinya dari dalam. Menampakkan
sedikit dirinya agar calon mempelai pria tahu bahwa ia mendapat
perhatian. Sesekali dalam tariannya ia berusaha mencuri pandang ke arah
calon mempelai wanita.
Tari Saronde dipengaruhi secara kuat
oleh agama Islam. Tarian ini dimulai dengan pemukulan rebana, alat
musik pukul berbentuk bundar. Lirik lagu adalah syair-syair pujian
terhadap Tuhan dan doa memohon keselamatan dalam bahasa Arab.
C. PAKAIAN ADAT GORONTALO
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.
D. NUANSA WARNA BAGI MASYARAKAT GORONTALO
Dalam adat istiadat gorontalo , setiap
warna memiliki makna atau lambang tertentu, karena itu dalam upacara
pernikahan masyarakat gorontalo hanya menggunakan empat warna utama ,
yaitu merah ,hijau , kuning emas , dan ungu. Warna merah dalam
masyarakat gorontalo bermakna keberanian dan tanggung jawab , hijau
bermakna Kesuburan, kesehjateraan , kedamaian dan kerukunan, kuning
emas bermakna kemulian, kesetiaan ,kesabaran dan kejujuran sedangkan
warna ungu bermakna keanggunan dan kewibawaan.
Pada umumnya masyarakat Gorontalo
enggan memakai pakai warna coklat karena coklat melambangkan tanah ,
karena itu bila mereka ingin memakai pakaian warna gelap, maka mereka
akan memilih warna hitam yang bermakna keteguhan dan Ketuhanan Yang
Maha Esa , warna putih bermakna kesucian dan kedudukan , karena itu
masyarakat gorontalo lebih suka mengenakkan warna putih bila pergi ke
tempat perkebungan atau kedukaan atau tempat ibadah (masjid), biru muda
sering digunakan pada saat peringatan 40 hari duka,sedangkan biru tua
digunakan pada peringatan 100 hari duka.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum
hari H dilaksanakan dutu, dimana kerabat pengantin pria akan
mengantarkan harta dengan membawakan buah-buahan , seperti jeruk ,
nangka ,nenas , tebu , setiap buah yang dibawah juga punya makna
tersendiri misalnya buah jeruk berkmakna bahwa pengantin harus
merendahkan diri, duri jeruk bermkana bahwa pengantin harus menjaga
diri dan rasanya yang manis bermakna bahwa pengantin harus menjaga tata
krama atau sifat manis yang disukai orang .nenas durinya juga bermakna
bahwa pengantin harus menjaga diri dan begitu juga rasanya yang
manis.nangka dalam bahasa gorontalo langge loo olooto , yang berbau
harum dan berwarna kuning emas yang bermakna pengantin harus mempunyai
sifat penyayang dan penebar keharuman. Tebu warna kuning bermakna
pengantin harus menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.
E. TARIAN
Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga.
F .LAGU-LAGU DAERAH GORONTALO
Lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko (nama orang), Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung).
G. RUMAH ADAT
Seperti halnya daerah lain di
Indonesia, orang Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut
Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor
Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Selain itu,
masyarakat Gorontalo juga memiliki rumah adat yang lain, yang disebut
Dulohupa, yang terletak di di Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota
Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau.
Dulohupa merupakan rumah panggung yang
terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada
bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk
beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana
bermain sepak raga
Rumah adat dengan seluas tanah kurang
lebih lima ratus ini dilengkapi dengan taman bunga , serta bangunan
tempat penjualan sovenir, dan ada sebuah bangunan garasi bendi kerajaan
yang bernama Talanggeda.
Pada masa pemerintahan para raja, rumah
adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan, untuk memvonis
para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan,
yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur
Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
H. BAHASA
Orang Gorontalo menggunakan bahasa
Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek
Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek
Gorontalo.Penarikan garis keturunan yang berlaku di masyarakat
Gorontalo adalah bilateral, garis ayah dan ibu. Seorang anak tidak
boleh bergurau dengan ayahnya melainkan harus berlaku taat dan sopan.
Sifat hubungan tersebut berlaku juga terhadap saudara laki-laki ayah
dan ibu.
Menurut masyarakat Gorontalo, nenek
moyang mereka bernama Hulontalangi, artinya ‘pengembara yang turun dari
langit’. Tokoh ini berdiam di Gunung Tilongkabila. Dia menikah dengan
pendatang yang singgah dengan perahu ke tempat itu. Mereka inilah yang
kemudian menurunkan orang Gorontalo. Sebutan Hulontalangi kemudian
berubah menjadi Hulontalo dan akhirnya menjadi Gorontalo.
I. SAPAAN
Sapaan atau toli atau nama panggilan
bagi seseorang adalah suatu kebudayaan masyarakat gorontalo. Tata krama
ini sudah ada berabad-abad lamanya . menurut “wulito” atau cerita
leluhur kebudayaan ini berkembang menjadi “pulangga “ atau gelar kepada
raja jogugu,marsaoleh,dan para pejabat kerajaan / negri yang
dinobatkan atau dinilai berilomato atau berkarya dalam negeri bahkan
apabila wafatpun raja dan pejabat-pejabat masih di anugrahi gelar yang
disebut gara’I yang juga diberikan sesuai karyanya semasa hidupnya .
Sapaan bermakna sebagai suatu
penghormatan bagi seseorang ,selain dari pada itu sapaan atau toli bisa
memper erat tali persaudaraan atau tali kekeluargaan dengan sapaan
yang manis seseorang merasa dihargai sehingga timbul ‘ sense of
belonging‘ merasa bagian keluarga atau lingkungannya.
Nabi Muhammad SAW menyapa
istri-istirnya dengan nama pangilan yang manis dan halus .beliau
menyapa aisyahra ‘humairah ‘ artinya si pipi yang merah , yaitu sapaan
kesayangan buat istri yang cantik.
Pada zaman dahulu dalam lingkungan
kerajaan-kerajaan ,sapaan-sapaan terjaga dengan sangat baik dalam
lingkungan ini hamper tidak terdengar panggilan nama asli/kecil
seseorang . menyapa raja dan pejabat-pejabat Ti Olangia , Ti Jogugu ,Ti
Wulea ,atau sapaan ti Eyanggu . sapaan untuk ratu , permaisuri atau
istri-istri pejabat Ti Mbui , Ti Boki, Putra-Putri dan cucu Bantha , Te
tapulu ,Te Putiri , Te Uti , Ti Pii dan sebagainya. sebaliknya
keluarga dan para putra-putri pegawai kerajaan dengan nama jabatan
masing-masing sampai pangkat yang paling rendah sekalipun tak menyebut
nama kecil.
J. TUMBILOTOHE
Tumbilotohe yang dalam arti bahasa
gorontalo terdiri dari kata “tumbilo” berarti pasang dan kata “tohe”
berarti lampu, yaitu acara menyalakan lampu atau malam pasang lampu.
Tradisi ini merupakan tanda bakal berakhirnya bulan suci Ramadhan,
telah memberikan inspirasi kemenangan bagi warga Gorontalo. Pelaksanaan
Tumbilotohe menjelang magrib hingga pagi hari selama 3 malam terakhir
sebelum menyambut kemenangan di hari Raya Idul Fitri.
Di tengah nuansa kemenangan, langit
gelap karena bulan tidak menunjukkan sinarnya. Warga kemudian meyakini
bahwa saat seperti itu merupakan waktu yang tepat untuk merefleksikan
eksistensi diri sebagai manusia. Hal tersebut merupakan momentum paling
indah untuk menyadarkan diri sebagai fitrah ciptaan Allah SWT.
Menurut sejarah kegiatan Tumbilotohe
sudah berlangsung sejak abad XV sebagai penerangan diperoleh dari
damar, getah pohon yang mampu menyala dalam waktu lama. Damar kemudian
dibungkus dengan janur dan diletakkan di atas kayu. Seiring dengan
perkembangan zaman dan berkurangnya damar, penerangan dilakukan dengan
minyak kelapa (padamala) yang kemudian diganti dengan minyak tanah.
Setelah menggunakan damar, minyak kelapa, kemudian minyak tanah,
Tumbilotohe mengalami pergeseran.
Hampir sebagian warga mengganti
penerangan dengan lampu kelap-kelip dalam berbagai warna. Akan tetapi,
sebagian warga masih mempertahankan nilai tradisional, yaitu memakai
lampu botol yang dipajang di depan rumah pada sebuah kerangka kayu atau
bambu.
Saat malam tiba, “ritual” Tumbilotohe
dimulai. Kota tampak terang benderang. Nyaris tidak ada sudut yang
gelap. Keremangan malam yang diterangi cahaya lampu-lampu bot Kota
Gorontalo berubah semarak karena lampu-lampu botol tidak hanya
menerangi halaman rumah, tetapi juga menerangi halaman kantor, masjid.
Tak terkecuali, lahan kosong petak sawah hingga lapangan sepak bola
dipenuhi dengan cahaya lampu botol. Masyarakat seolah menyatu dalam
perasaan religius dan solidaritas yang sama. Di lahan-lahan kosong nan
luas, lampu-lampu botol itu dibentuk gambar masjid, kitab suci Al ol di
depan rumah- rumah penduduk tampak mempesona
Tumbilotohe menjadi semacam magnet bagi
warga pendatang, terutama warga kota tetangga Manado, Palu, dan
Makassar. Banyak warga yang mengunjungi Gorontalo hanya untuk melihat
Tumbilotohe. Sepanjang perjalanan di daerah Gorontalo maka kita akan
menyaksikan Tumbilotohe dari berbagai ragam bentuk. “Sangat indah
apabila kita berjalan pada malam hari” itulah ungkapan pada kebanyakan
orang yang memanjakan ma Alikusu terdiri dari bambu kuning, dihiasi
janur, pohon pisang, tebu & lampu minyak yang diletakkan di pintu
masuk rumah, kantor, mesjid dan pintu gerbang perbatasan suatu daerah.
Pada pintu gerbang terdapat bentuk kubah mesjid yang menjadi simbol
utama alikusu. Warga menghiasi Alikusu dengan dedaunan yang didominasi
janur kuning. Di atas kerangka itu digantung sejumlah buah pisang
sebagai lambang kesejahteraan dan tebu lambang kemanisan, keramahan,
dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
K. MERIAM BAMBU/BUNGGO
Bunggo terbuat dari bambu pilihan yang
setiap ruas dalamnya, kecuali ruas paling ujung, dilubangi. Di dekat
ruas paling ujung diberi lubang kecil yang diisi minyak tanah. Lubang
kecil itu sebagai tempat menyulut api hingga bisa mengeluarkan bunyi
letusan, tapi dalam bermain permainan ini pemain harus berhati-hati
karena dapat membuat pemain kebakaran alis dan bulu mata.
L. WALIMA
Walima dalam bahasa Arab yang artinya
perayaan oleh masyarakat Gorontalo umumnya dikenal sebagai wadah yang
berisi berbagai jenis kue basah atau kering yang diarak ke masjid pada
setiap Maulid Nabi, bahkan di beberapa tempat di Gorontalo walima juga
diisi dengan bahan makanan pokok hasil kebun, ternak dll yang disiapkan
apa adanya.
Bagi masyarakat, Walima adalah hasil karya seni tinggi yang
dipersiapkan berbulan-bulan, memerlukan kesabaran yang tinggi untuk
mengerjakannya serta membutuhkan biaya yang lumayan besar.L. DIKILI
Dikili dalam bahasa Gorontalo biasanya
dikenal pada saat maulid, dalam bahasa Indonesia lebih kurang artinya
adalah Zikir, dalam peringatan maulid Nabi para pezikir datang hampir
mewakili wilayah Gorontalo jumlahnya bisa menjadi 500 orang, biasanya
masyarakat Gorontalo yang berdomisili di wilayah itu dan hobi dengan
Dikili. Dikili ini dilagukan dalam irama yang sama oleh banyak orang
yang dimulai oleh pemimpin Agama setelah sholat Isya dan berakhir
sebelum sholat zuhur atau lebih kurang 15 jam. Irama zikir yang khas
ini membuat orang terkagum-kagum dan marasakan akan kejadian maulid
Nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar