MESJID DARUL ARQAM GORONTALO
MESJID DARUL ARQAM
adalah salah satu mesjid muhammadiyah
yang ada di kota gorontalo,selain bangunan mesjid tempat ini juga di jadikan
kantor muhammdiyah.
Perbedaan tersebut didasarkan kepada kondisi demografis, karakter masyarakat serta tingkat perkembangan kebutuhan hidup. Namun demikian setidaknya terdapat beberapa unsur-unsur serta wujud-wujud kebudayaan yang sifatnya universal dan pasti ada di setiap kelompok masyarakat manapun, Oleh karenanya pengkajian mengenai berbagai hal mengenai kebudayaan sangat menarik untuk dikaji.
Istilah
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhaya yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi yang berati budi atau akal, oleh karena itu kebudayaan
diartikan hal-hal yang berkaitan dengan akal. Kebudayaan juga sering diartikan
sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. masyarakat merupakan
organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lainnya sementara
kebudayaan adalah suatu sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi
pegangan bagi masyarakat tersebut. Masyarakat dan kebudayaan tidak dapat
dipisahkan dan juga tidak dapat dibedakan, sebuah kebudayaan tidak akan
terbentuk jika tidak ada masyarakat yang menjadi penciptanya, sedangkan manusia
itu hidup berkelompok dan membentuk sebuah masyarakat sehingga masyarakat dan
kebudayaan sangat berkaitan erat.
Kebudayaan atau adat istiadat,agama,pakaian,dan norma –
norma di gorontalo .. tentang agama,masyarakat Gorontalo hampir dapat dikatakan
semuanya beragama Islam (99 %). Islam masuk ke daerah gorontalo sekitar abad
ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad
XV), jauh sebelum wali songo di Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam
seorang wali yang bernama ‘Ju Panggola’ di Kelurahan Dembe I, Kota
Barat, tepatnya di wilayah perbatasan Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.
Pada waktu dulu di wilayah Gorontalo terdapat pemerintahan kerajaan yang
bernapaskan Islam. Raja Kerajaan Gorontalo yang memeluk agama Islam adalah Sultan Amai (1550—1585), yang
kemudiannya namanya diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama Islam di
Provinsi Gorontalo, STAIN Sultan Amai Gorontalo, yang kelak diharapkan menjadi
UIN (Universitas Islam Negeri) di Gorontalo.
Tentang seni dan budaya, Gorontalo sebagai salah satu suku
yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari,
lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan
pakaian adat.. Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari
Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga. Sedangkan
lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah
Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah
Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan
Binde Biluhuta (Sup Jagung). Dan Alat musik tradisional yang dikenal di daerah
Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab)..
Dalam adat-istiadat Gorontalo, setiap warna memiliki makna
atau lambang tertentu. Karena itu, dalam upacara pernikahan masyarakat
Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas,
dan ungu. Warna merah dalam masyarakat adat Gorontalo bermakna ‘ keberanian dan
tanggung jawab; hijau bermakna ‘kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan
kerukunan’; kuning emas bermakna ‘kemuliaan, kesetian, kebesaran, dan
kejujuran’; sedangkan warna ungu bermakna ‘keanggunanan dan kewibawaan’.
Pada umumnya masyarakat adat Gorontalo enggan mengenakan pakaian warna coklat
karena coklat melambangkan ‘tanah’. Karena itu, bila mereka ingin mengenakan
pakaian warna gelap, maka mereka akan memilih warna hitam yang bermakna
‘keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa’. Warna putih bermakna
‘kesucian atau kedukaan,Mayarakat Gorontalo lebih suka mengenakan warna putih
bila pergi ke tempat perkabungan atau kedukaan atau ke tempat ibadah (masjid). Biru muda sering dikenakan pada saat
peringatan 40 hari duka, sedangkan biru tua dikenakan pada peringatan 100 hari
duka. Dengan dasar pandangan terhadap warna tersebut, maka pada hiasan untuk
upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya menggunakan empat warna utama di
atas (merah, hijau, kuning emas, dan ungu). Sebagaimana disebutkan di atas,
masyarakat Gorontalo memiliki pakaian khas tersendiri untuk berbagai upacara
adat baik perkawinan, pengkhitanan, pembeatan, dan penyambutan tamu. Pakaian
adat pengantin disebut Paluawala atau Bili’u, ini adalah sebagian budaya yang ada
di daerah gorontalo. Perbedaan tersebut didasarkan kepada kondisi demografis, karakter masyarakat serta tingkat perkembangan kebutuhan hidup. Namun demikian setidaknya terdapat beberapa unsur-unsur serta wujud-wujud kebudayaan yang sifatnya universal dan pasti ada di setiap kelompok masyarakat manapun, Oleh karenanya pengkajian mengenai berbagai hal mengenai kebudayaan sangat menarik untuk dikaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar